LAPORAN HASIL PENGAMATAN DI EMBUNG SRITEN DAN GN.API
PURBA NGLANGGERAN
OLEH KP3 EKOWISATA(KP3E)
FORESTATION
FAKULTAS KEHUTANAN UGM
2015
Kegiatan pengamatan yang kedua setelah sebelumnya kp3
ekowisata bersama kp3 lainnya melakukan kegiatan pengamatan di pegunungan
ungaran pada tanggal 18/05 berlokasi di beberapa obyek wisata yang ada di
gunung kidul. Gunung kidul yang merupakan salah satu wilayah bagian dari DIY
yang sudah terkenal sebagai daerah yang memiliki potensi wisata yang beragam
dan banyak mengundang wisatawan lokal maupun wisatawan dari luar jogja untuk
datang ke lokasi wisata yang ada di daerah ini. Diantaranya obyek wisata pantai,
goa, air terjun, pegunungan, dan terdapat satu obyek wisata yang masih
dikatakan baru dan tak disangka-sangka dapat menciptakan daya tarik tersendiri
yaitu wisata embung. Pengamatan yang dilakukan kali ini berupa pengmatan
potensi lanskap dengan metode BLM (Bureu land management) yaitu dengan
melakukan penilaian oleh pengamat pada beberapa aspek yang dapat menggambarkan
keadaan lanskap di suatu obyek wisata, namun pengamatan alangkah lebih baik
dilakukan pada bagian atau unit ekosistem dalam satu obyek wisata karena
biasanya walaupun masih berada di satu wilayah namun potensi lanskapnya
berbeda-beda. Pengamatan kali ini dilakukan pada 2 obyek atau lokasi berbeda
namun masih berada di satu wilaya gunung kidul yaitu embung batara sriten dan
Gn.Api purba nglanggeran dengan tujuan untuk mengetahui potensi lanskap di 2
obyek wisata yang berbeda serta membandingkan antara obyek wisata yang sudah
terkelola ddengan baik dengan obyek wisata yang masih dikatakan baru ada
pengelolaan wisatanya.
Embung sriten adalah embung yang dibangun di atas bukit Gn.Kidul dengan
ketinggian 896 meter di atas permukaan laut (mdpl). Lokasi embung ini terletak
di Desa Pilangrejo, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul. Embung ini mulai
dibangun sejak 10 Oktober 2014 dan telah diresmikan oleh Sri Sultan Hamengku
Buwono X pada 17 Maret 2015. Pada awalnya pembangunan embung ini ditujukan
untuk membantu masyarakat sekitas agar dapat memenuhi kecukupan air dikarenakan
wilayah gunung kidul sering kali mengalami kesulitan air khususnya pada musim
kemarau. Namun dikarenakn embung di buat benar-benar di atas bukit tak seperti
embung pada kebanyakan yang hanya dibuat pada lokasi-lokasi tertentu atau
rendah maka embung sriten ini memiliki daya tarik tersendiri bagi para
pengunjung yang datang. Dari embung ini kita dapat menikmati pemandangan dari
atas bukit yang kabarnya juga menjadi bukit tertinggi di gunung kidul yang
dikenal juga dengan sebutan puncak tugu mangir, sehingga menambahkan pesona
tersendiri dari embung ini dan
menciptakan trend baru di masyarakat tentang adanya wisata embung. Terlihat
juga bahwa embung ini dibuat tidak hanya sekedar embung biasa namun dibuat
bentuk atau pola yang sangat unik disertai ornamen budaya penghias
disekitarnya. Jadi embung ini tidak terlihat monoton dan hanya sekedar kolam
berisi air saja. Menurut salah satu aparat desa di sekitar embung ini memang
harapannya pebuatan embung di atas bukit gunung kidul ini salah satunya untuk
dijadikan lokasi wisata karena lokasinya yang unik, pemandangan sekitarnya yang
sangat mengesankan serta untuk membantu menambah peluang masyarakat yang
nantinya akan berkontribusi dalam pegelolaan wisata embung ini.
Gambar 1. Embung batara sriten
tampak dari joglo utama
Berdasarkan hasil pengamatan
potensi lanskap dengan metode BLM pada 2 unit ekosistem yang dianggap memiliki
daya tarik di embung ini yaitu joglo utama embung sriten dan puncak tugu
mangir. Pengamatan dilakukan oleh 6
orang pengamat yang berasal dari anggota KP3 Ekowisata, dan dilakukan scoring
atau penilaian pada 7 parameter diantarnya bentuk lahan,air,pemandangan
sekitar,warna,kelangkaan dan modifikasi budaya, dengan acuan kriteria-kriteria
sebagai berikut :
Kriteria Parameter Potensi Visual Lanskap
UNSUR
LANSKAP
|
SKOR
|
KETERANGAN
|
Bentuk
Lahan
|
1
|
Bukit/ kaki bukit yang rendah, menggulung atau lembah yang
datarannya rata, sedikit atau tidak ada kenampakan lanskap yang menarik
|
|
3
|
Ngarai yang curam, timbunan, pucuk-pucuk, kerucut,
/silinder /pola erosi yang menarik /variasi bentuk dan ukuran suatu bentuk
lahan / bentuk detail yang menarik meskipun tidak dominan/luar biasa.
|
|
5
|
Relief vertical tinggi seperti dinding yang menonjol,
puncak2, singkapan batuan massif, variasi permukaan kasar, gundukan,
kenampakan detail yang dominan dan suatu yang luar biasa.
|
Vegetasi
|
1
|
Sedikit atau tidak ada variasi vegetasi
|
|
3
|
Beberapa variasi tapi hanya satu dua jenis
|
|
5
|
Tipe vegetasi
yang bervariasi dalam bentuk dan tekstur dan pola menarik
|
Air
|
0
|
Tidak ada atau tidak Nampak
|
|
3
|
Mengalir atau tenang tetapi tidak dominan dalam lanskap
|
|
5
|
Kenampakan yang jernih dan bersih, tenang,atau air terjun,
/yang lain yang dominan dalam lanskap
|
Warna
|
1
|
Variasi perbedaan warna kontras/menarik, pada umumnya
berupa warna mati
|
|
3
|
Beberapa intensitas variasi warna pada tanah, batu,
vegetasi, tetapi bukan elemen pemandangan yang dominan
|
|
5
|
Kombinasi warna yang kaya, warna yang bervariasi pada
tanah, batu, vegetasi, atau salju.
|
Pemandangan Sekitar
|
0
|
Pemandangan sekitar mempunyai
sedikit pengaruh/tidak berpengaruh terhadap kualitas visual lanskap
|
|
3
|
Pemandangan sekitar agak
meningkatkan kualitas pemandangan
|
|
5
|
Pemandangan sekitar sangat
meningkatkan kualitas pemandangan
|
Kelangkaan
|
1
|
Menarik tetapi sangat umum
terdapat di daerah tersebut
|
|
3
|
Terdapat perbedaan meskipun
ada beberapa yang mirip dengan yang lain di dalam kawasan
|
|
5+
|
Sangat langka didalam kawasa,
bunga/kehidupan liar/pemandang an yang luar biasa.
|
Modifikasi
|
-4
|
Modifikasi terlalu intensif,
sehingga kualitas pemandangan banyak tertiadakan/berkurang secara substansial
|
|
0
|
Kualitas pemandangan agak
tertekan oleh itrusi yang tidak begitu intensif sehingga secara keseluruhan
ditiadakan/dimodifikasi menambah sedikit
variasi visual/ tidak sama sekali.
|
|
2
|
Bebas dari pemandangan yang
tidak estetis dan pengaruhnya/ modifikasi yang mendukung keanekaan visual.
|
Setelah pengamat melakukan scoring pada masing-masing
parameter berdasarkan kriteria dilakuka penjumlahan dari nilai scoring yang
diberikan yang nantinya akan menunjukan kelas/kualitas dari suatu unit
ekosistem, yaitu :
Kelas : ≥ 19
= A = Kualitas Tinggi ≤
11 = C = Kualitas Rendah
12
– 18 = B = Kualitas Sedang
Hasil
yang dilakukan oleh 7 pengamat pada 2 unit ekosistem di embung batara sriten
ini adalah A yaitu kualitas tinggi dengan skor rata-rata sebesar 24 pada joglo
utama embung sriten dan 27 pada puncak tugu mangir. Pada unit ekosistem 1 yaitu
joglo utama, pengamatan lanskap dilakukan pada bagian embung dan sekitarnya dan
diperoleh hasil tertinggi pada parameter pemandangan sekitar denga scor rata-rata
4,5 dikarenakan pemandangan sekita inilah yang membuat embung sriten ini
menjadi sangat menarik. Pemandangan sekitar embung ini berupa bentukan lahan
hijau dan bukit-bukit gunung kidul lainnya serta pemandangan alami lainnya di
wilayah gunung kidul.
Gambar
2. Pemandangan sekitar Embung sriten
Sedangkan
yang terendah adalah parameter modifikasi buadaya dengan skor 1, dikarenakan
belum banyaknya modifikasi yang dilakukan pada lokasi embung ini yang dapat
mempengaruhi kualitas obyek wisata ini, hanya terdapat beberapa bangunan khas
jawa yaitu joglo namun tidak terlalu mendominasi.
Gambar
3. Joglo yang menjadi ornamen pendukung di sekitar embung sriten
Pada
unit ekosistem kedua yaitu puncak tugu mangir yang lokasi tidak terlalu jau
dari joglo utama memliki skor akhir rata-rata yang tinggi sebesar 27. Hal ini
dikarenakan pada unit ini sensasi berada di puncak bukit tertinggi gunung kidul
sangat terasa, hembusan angin yang kencang, awan yang seperti terasa dekat serta
pemandangan lahan-lahan hijau alami gunung kidul dapat menciptakan kesan
seperti berada di atas puncak gunung tertinggi, khususnya bagi para pengunjung
yang belum pernah merasakan puncak gunung.
Gambar 4
Gambar 5
Gambar
4 dan 5. Pemandangan yang terlihat dari puncak tugu mandir
Perolehan
skor tertinggi dimiliki oleh paramater warna sebesar 4,5, pada lokasi ini
terlihat variasi warna yang cukup menggambarkan kualitas terbaik yang berasal
dari vegetasi, batu,tanah dan sebagainya karena lokasinya yang berada di
dataran yang lumayan tinggi di gunung kidul. Sedangkan parameter yang memiliki
skor terendah adalah modifikasi budaya sebesar 2, sama halnya dengan joglo
utama, bahkan pada unit ekosistem ini tidak banyak dilakukan penbangunan
ornamen pendukung dikarenakan cakupan wilayah yang tidak terlalu besar dan
dimungkinkan agar tetap menjaga kealamian suatu tempat tanpa adanya gangguan
berupa bangunan dan sebagainya. Namun
skor sebesar 2 ini berarti bebas dari
pemandangan yang tidak estetis dan pengaruhnya/ modifikasi yang mendukung keanekaan
visual dikarnakan sebenarnya masih ada satu ornamen berupa
makam yang terlihat sengan dibuat untuk menghargai salah satu tokoh yang
dianggap penting oleh masyarakat sekitar namun adanya ornamen tersebut tidak
mempengaruhi kulaitas pemandangan. Secara keseluruhan penilaian potensi lanskap
menurut pengamat KP3 Ekowisata di embung batar sriten ini berkualitas A yang
berarti sangat baik.
Selanjutnya dilakukan pengamatan potensi lanksap di
kawasan ekowisata yang sudah sangat terkenal memiliki pengelolaan yang baik di
gunung kidul yaitu kawasan wisata ngalnggeran. Obyek wisata yang dipilih adalah
Gunung Api Purba yang menjadi salah satu obyek utama dari sekian banyak obyek
wisata yang ada di kawasan ekowisata ngalanggeran ini. Gn Api purba ini dapat
dikatakan salah satu obyek wisata favorit dan sudah sangat terkenal selama
beberapa tahun dikalangan masyarakat jogja maupun luar jogja. Berbeda dari
gunung-gunung laninnya yang biasanya didominasi oleh vegatasi hijau dan
ketinggian yang cukup tinggi sehingga tidak sembarang orang bisa mencapai
puncak, pada gunung api purba ini bentukan terdiri dari bebatuan besar yang
tersusun secara ideal layaknya gunung pada umumnya dan memiliki ketinggian yang
relatif rendah sehingga mudah di daki oleh pengunjung biasa. Gunung api purba
ini tersusun dari material batuan endapan vulkanik tua berjenis andesit(breksi,
lava dan tufa).
Gambar 5. Salah satu bebatuan yang menjadi bagian dari
Gn.Api Purba
Pengamatan
di obyek wisata Gn. Api purba ini hanya dilakuka pada puncak gunung bagong
dengan skor rat-rata sebesar 19,5 yang juga menujuka kualitas angka A.
Parameter yang memiliki skor tertinggi yaitu pemandangan sekitar sebesar 4,5
yang berarti pemandangan sekitar gunung
bagong dikatakan meningkatkan kualitas wisata. Skor terendah dimiliki oleh
parameter air sebesar 0 yang berarti tidak tampak adanya air diekitar gunung
bagong ini dikarenakan gunung ini didominasi oleh bebatuan klasik. Selain
potensi lanskap yang dinilai memiliki kualitas A oleh para pengamat dari KP3
Ekowisata, terlihat juga komponen produk wisata di gunung api purba yang sudah
sangat terkelola dengan baik, dibuktikan dengan adanya komponen amenitas yang
berupa tempat sampah, papan himbauan yang juga mengandung edukasi tersendiri,
papan penunjuk jalan, shleter atau tempat untuk beristirahat, warung penyedia
makanan dan minuman dan lainnya,
Gambar 6
Gambar 7
Gambar
6 & 7 salah satu komponen produk yang berupa amenitas berupa joglo untuk
berisitirahat dan papan himbauan
serta aksesibilitas yang sudah dibuat dengan
baik sehingga memudahkan para pengujung untuk mengaksesnya terbukti dengan
adanya tangga, tali dan tapak yang dibuat agar mudah dilalui.
Gambar
8. Tangga yang dibuat untuk memudahkan akses bagi para pengunjung
Lalu
komponen atraksi berupa gunung kelir, gunung bagong, talang kencono, pamean
gandhug dan puncak gede, serta menurut salah satu pengelola di kawasan
ekowisata nglanggeran ini, seringkali diadaka atraksi berpa penampilan yang
berkaitan dengan prosesi budaya atau adat yang biasa dilakukan oleh msayarakat
sekitar namun memang tidak selalu dapat dilakukan, hanya pada momen terntentu
saja.
Jika dibandingkan antara 2 lokasi wisata ini, menurut
penilaian potensi lanskap yang dilakukan oleh pengamat dari KP3 ekowisata skor
tertinggi dimiliki secara umum oleh wisata embung sriten, namun hal itu belum
bisa dikatakan bahwa wisata embung sriten lebih baik daripada Gn api purba,
karena penilaian hanya dilakukan pada salah satu aspek yaitu lanskap sedangkan
dalam melakukan penilaian obyek wisata secara keseluruhan diperlukan aspek alin
seperti komponen produk wisata(atraksi,amenitas,dan aksesibilitas), potensi
flora fauna, motivasi pengunjung, kepuasan pengunjung dan sebagainya.
Berdasarkan obeservasi secara sekilas tanpa menggunaka metode terntentu,
komponen produk wisata di embung sriten masih perlu dikembangkan lagi sedangkan
pada Gn ai purba komponen produk wisata sudah terkelola dengan baik dan
dikatakan lengkap. Kawasan ekowisata nglanggeran ini dapat dijadikan contoh
untuk obyek wisata baru lainnya seperti wisata embung sriten ini agar nanatinya
dapat benar-benar menjadi obyek wisata yang sesungguhnya.
SALAM
EKOWOW J
#LETS DO
ECOTOURISM
No comments:
Post a Comment